Berislam Secara Sempurna

Kak Mubarok

Tidak dapat disangkal lagi bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang diridhai Allah ‘Azza wa Jalla karena Islam adalah agama yang datang dari Rabbul ‘alamin. Maka siapa pun orangnya yang mencari-cari agama selain agama Islam, maka ia akan ditolak di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya agama di sisi Allah adalah Islam.” (QS Alu Imran: 19).
Juga penegasan-Nya:
وَ مَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِيْنًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَ هُوَ فِي الْأخِرَةِ مِنَ الْخسِرِيْنَ
“Dan siapa yang mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang merugi.” (QS Alu Imran: 85)
Yaitu, Siapa yang menempuh suatu jalan  selain yang Allah syariatkan kelak di akhirat dia termasuk orang-orang yang merugi sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits shahih, “Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang bukan termasuk perkara kami, maka ia tertolak.” (Tafsir Al-Quran Al-‘Azhim III/103).
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu melaporkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda:
وَ الَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هذِهِ الْأُمَّةِ يَهُوْدِيٌّ وَ لَا نَصْرَانِيٌّ وَ مَاتَ وَ لَمْ يُؤْمِنُ بِي إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seseorang dari kalangan umat ini baik Yahudi maupun Nasrani yang mendengar (dakwah)ku sedangkan ia wafat dalam keadaan tidak beriman kepadaku, kecuali dia termasuk penduduk neraka.” (HR Muslim dalamShahih-nya)
Bukti yang menunjukkan bahwa Islam adalah agama sempurna yang diridhai Allah adalah firman-Nya dalam surat Al-Maidah ayat ke-3, “Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu.”
Dalam hal ini juga, telah berkata Abu Dzarr Jundub bin Junadah radhiyallahu ‘anhu, “Sungguh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam telah wafat. Tidaklah ada seekor burung yang mengepakkan kedua sayapnya ke udara kecuali beliau telah mengingatkan (menjelaskan) ilmunya kepada kita.” Selanjutnya Abu Dzarr berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah ada sesuatu yang dapat mendekatkan kepada surga dan menjauhkan dari neraka, kecuali sudah dijelaskan kepada kalian.” (HR Ibnu Hibban dalam Shahih-nya dan Ath-Thabrani dalam Al-Kabir. Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah)
Bahkan yang mengakui kesempurnaan Islam tidak hanya orang di kalangan Islam sendiri, sampai pun Yahudi mengakuinya. Dengarkanlah pengakuan seorang Yahudi kepada Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu, “Sungguh, Rasul kalian telah menjelaskan (segala hal) kepada kalian sampai buang hajat.” Selanjutnya Salman radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Beliau telah melarang kami menghadap kiblat saat buang air besar dan kecil atau beristinja dengan tangan kanan, beristinja dengan kotoran atau belulang.” (HR Muslim)
Maka tidaklah ada suatu kebaikan yang dengannya seoramg hamba mendekatkan diri kepada Rabb-nya kecuali telah beliau ajarkan. Demikian dengan hal-hal yang menjerumuskan kepada keburukan, maka beliau telah memperingatkan jauh-jauh hari darinya.
Allah Jalla wa ‘Ala sendiri menjelaskan kesempurnaan Kitab-Nya yang menjadi pedoman umat Islam (yang artinya), “Dan Kami telah menurunkan Kitab (Al-Quran) sebagai penjelas segala sesuatu.” (QS An-Nahl: 89) Juga firman-Nya (yang artinya), “Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam Kitab (Al-Quran).” (QS Al-An’am: 38)
Seluruh dalil ini adalah sebagai bantahan buat orang nyleneh dari kalangan Liberal yang mengganggap bahwa semua agama itu sama dan juga sebagai bantahan untuk para ahli bid’ah yang menganggap bahwa risalah yang disampaikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam belum sempurna sehingga perlu disempurnakan lagi dengan mengada-ngadakan amalan-amalan baru yang belum dikenal di tiga kenerasi awal. Padahal Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas mengatakan:
وَ شَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا فَإِنَّ كَلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٍ وَ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَ كُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ
“Dan seburuk-buruk perkara adalah apa yang diada-adakan. Karena sesunggunya setiap yang diada-adakan itu bid’ah. Dan setiap bid’ah adalah sesat. Dan setiap kesesatan neraka tempatnya.”
Dalil-dalil yang mengancam perilaku bid’ah tidak hanya sampai ini saja, namun masih banyak lagi. Di antaranya ialah sabda beliau shallalahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Siapa yang mengada-ngadakan suatu perkara dalam urusan kami ini yang bukan wewenangnya, maka ia tertolak.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat Muslim disebutkan, “Siapa yang mengerjakan sesuatu yang bukan termasuk perkara kami, maka ia tertolak.”
Berkata ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, “Setiap bid’ah adalah sesat meski manusia memandangnnya baik.”
Imam Darul Hijrah, Malik bin Anas rahimahullah, berkata, “Barangsiapa yang membuat suatu bid’ah dalam Islam yang dipandang baik, maka sungguh dia telah mengira bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berlaku khianat terhadap risalah. Sebab, Allah berfirman, ‘Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu…’  Apa yang pada hari itu bukan agama, pada hari ini juga tetap bukan agama.” (Riwayat Abu Dawud)

Kewajiban mengambil seluruh syariat Islam dan tidak membeda-bedakannya

Setelah mengetahui kebenaran dan kesempurnaan agama Islam, sepantasnya orang segera memeluk Islam agar keselamatan segera menghampirinya. Baginda Nabi Muhammad ‘alaihi afdhalush shalatu was salam dalam suratnya yang ditujukan kepada raja Romawi, Herakliaus:
أَسْلِمْ تَسْلَمْ، أَسْلِمْ تَسْلَمْ، أَسْلِمْ يُئْتِكَ اللهُ أَجْرَكَ مَرَّتَيْنِ
“Peluklah Islam Anda akan selamat. Masuklah ke dalam Islam Anda akan selamat. Masuklah ke dalam Islam, niscaya Allah akan melimpahkan kepada Anda ganjaran dua kali lipat.” (HR Al-Bukhari)
Dan bagi yang sudah memeluk Islam untuk memegang erat-erat seluruh syariatnya tanpa memilah dan memilih. Dan sangat tidak pantas orang yang berperinsip, “Apa yang disukai dikerjakan dan yang bertentangan dengan hawa nafsu ditinggalkan.” Bukankah Allah secara tegas telah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman agar memeluk Islam secara sempurna. Dia berfirman:
 يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا ادْخُلُوْا فِي الْسِّلْمِ كَافَّةً وَ لَا تَتَّبِعُوْا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِيْنٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia merupakan musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah: 208)
Berkaitan dengan ayat ini dan satu ayat setelahnya, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah mengatakan, “Ini merupakan titah dari Allah Ta’ala kepada orang-orang beriman agar mereka masuk { فِي الْسِّلْمِ كَافَّةً (ke dalam Islam secara keseluruhan)}, yaitu dalam seluruh syariat agama dan tidak meninggalkan darinya sedikit pun dan agar tidak menjadi orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya; jika perkara yang disyariatkan itu sesuai dengan hawa nafsu dikerjakannya namun jika bertentangan ia akan meninggalkannya. Akan tetapi yang menjadi kewajiban adalah hawa nafsu itu haruslah mengikuti agama. Dan agar ia mengerjakan setiap yang ia mampu berupa perbuatan-perbuatan baik dan yang belum mampu ia (tetap) memandangnya wajib dan berniat (mengerjakan)nya sehingga niatnya itu dapat menggapainya.
“Oleh karena masuk ke dalam Islam secara keseluruhan tidak akan mungkin dan tergambar kecuali dengan menyelisihi langkah-langkah setan, Allah berfirman, ‘…dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan’, yaitu dalam bermaksiat kepada Allah.‘Sesungguhnya dia (setan) adalah musuh nyata bagi kalian’, dan musuh yang nyata tidak akan memerintah kecuali dengan keburukan, kekejian, dan yang membahayakan kalian.” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman hlm. 78)
“Oleh karena itu,” kata Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi hafizhahullah, “Jika ada seseorang berkata, ‘Aku menerima Islam dan memeluknya, hanya saja apa yang diharamkannya berupa minuman dan makanan, aku tidak mengharamkannya.’ Atau yang lain mengatakan, ‘Aku memeluk Islam, namun aku tidak mau mengakui puasa karena ia akan melemahkan kekautan badanku.’ Atau yang lain mengatakan, ‘Aku memeluknya tapi aku enggan mengakui apa yang ditetapkan Islam bahwa bagian wanita itu setengah daripada bagian laki-laki dalam pewarisan.’ Atau lainnya berkata, ‘Aku mengakui Islam, tetapi aku tidak mau mengakui hukum potong tangan pencuri atau rajam pezina muhshan (yang sudah kawin).’
“Apakah Islam mereka ini bisa diterima? Jawabannya, tidak akan diterima selamanya. Mereka adalah orang-orang kafir yang kekal di neraka jika mereka mati dalam keadaan kafir semacam ini.” (Nida’at Ar-Rahman li Ahli Al-Iman hlm. 20)
Beliau juga mengatakan, “Dan tidak diperkenankan bagi seorang mukmin yang sejati kecuali berserah diri secara sempurna kepada Allah Ta’ala. Yang demikian itu dengan menerima apa yang Dia syariatkan dan tidak memilih-milihnya dengan menerima sebagian dan menolak yang sebagiannya.”
Allah Ta’ala juga berfirman memerintahkan kepada manusia agar menerima semua yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam (artinya), “Apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah dan apa yang dilarangnya bagimu tinggalkanlah. Dan bertawqalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras siksa-Nya.” (QS Al-Hasyr: 7)
Syaikh Muhammad Nawawi bin ‘Umar Al-Bantani rahimahullah dalam tafsirnya, At-Tafsir Al-Munir li Ma’alim At-Tanzil(II/509), berkata, “Wajib patuh, karena beliau tidak berucap menurut nafsunya. Dan ini mengharuskan apa yang diperintahkan Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan titah dari Allah. Meskipun ayat ini khusus tentang fai’, namun seluruh perintah dan larangannya termasuk di dalamnya.”


Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/12648-berislam-secara-utuh.html

Post a Comment

Silahkan memberikan tanggapan dengan menggunakan bahasa yang santun..terimakasih... :-)

Previous Post Next Post